Google
 

Thursday, June 13, 2002

India-Pakistan, Diambang Perang Nuklir?

Ribuan warga asing telah hengkang dari India dan Pakistan. Langkah ini (mungkin) akan segera diikuti puluhan ribu pendatang asing lainnya. Sejumlah perwakilan asing, tak terkecuali perwakilan PBB, telah mengumumkan pemulangan non-essential staf dan keluarga mereka dari kedua negara ini mengingat situasi kian memburuk. Tampaknya, Asia Selatan kali ini akan menyaksikan konflik akbar berupa perang nuklir antara Pakistan dan India. Ketegangan antara kedua pihak bermula ketika 13 Desember 2001, Parlemen India dibom sekelompok orang tak dikenal. Pakistan dituding sebagai ‘sutradara’ di balik tragedi itu. Bantahan Islamabad dijawab New Delhi dengan mengerahkan kekuatan militer ke perbatasan timur Pakistan setelah sebelumnya India membekukan jalur udara dan darat dari dan ke Islamabad. Krisis enam bulan lalu tidak berakhir dengan perang akibat intervensi AS dan sekutunya yang menekan New Delhi karena jika pecah konflik India-Pakistan, operasi militer AS saat itu, dipastikan mengalami gangguan serius.

Namun peristiwa serangan bom bunuh-diri edisi terbaru di Jammu-Kashmir yang diduduki India pada 14 Mei lalu, menewaskan 35 orang dari keluarga Angkatan Darat India, benar-benar membuat PM Atal Behari Vajpayee berang. Insiden yang terjadi bertepatan dengan kunjungan Asisten Menlu AS, Christina Rocca, itu akhirnya dipakai sebagai dalih oleh India untuk memobilisasi sekitar 1.2 juta tentaranya ke garis demarkasi (Line of Control) di Kashmir dan sepanjang perbatasan India-Pakistan. PM Vajpayee menyatakan perang terhadap Pakistan dengan dua alasan. Pertama, Pakistan dituduh berada dibalik pemboman Parlemen India 13 Desember 2001 yang merenggut nyawa sejumlah anggota Parlemennya. Kedua, Islamabad dinilai gagal dalam membasmi dan menghentikan cross-border terrorism atau aksi penyusupan kelompok militan Islam dari wilayah Pakistan ke Kashmir-India, yang dulu dijanjikan Jenderal Musharraf dalam pidato resminya 12 Januari 2002. Ancaman India itu bukan isapan jempol. Komando keamanan di Kashmir yang biasanya dipegang Depdagri, kini telah diserahkan ke tangan AD India. Sedangkan pengamanan lautnya dipercayakan ke pundak AL India.

Situasi di kawasan Asia Selatan makin tegang setelah Pakistan juga melakukan persiapan perang secara besar-besaran dengan menyiagakan kekuatan darat, laut dan udaranya. Seperti ditegaskan juru bicara militer Pakistan, Mayjen. Rashid Qureshi, Pakistan akan mempertahankan setiap jengkal wilayahnya hingga tetes darah penghabisan.

Kemungkinan pecah perang sulit dihindarkan. Sepanjang sejarahnya, India baru kali pertama menggerakkan armada lautnya ke Laut Arabia sejak tahun 1971. Begitu juga dengan pengerahan kekuatan militer dalam jumlah besar. Ini mengindikasikan bahwa genderang perang bukan hanya bualan kosong. Langkah-langkah evakuasi yang dilakukan oleh kedubes asing di kedua negara menunjukkan betapa keadaan telah sesungguhnya keruh. Bahkan, pasukan multi-nasional ISAF (International Security Assistance Forces) yang bertugas di Afganistan sudah bersiap-siap angkat kaki jika perang India-Pakistan menjadi kenyataan. Sejauh ini, upaya internasional untuk meredam tensi kedua belah pihak belum membuahkan hasil. PM Vajpayee menyatakan tidak mau bertemu Musharraf dalam Conference on Interaction and Confidence Building Measures in Asia (CICA) di Almaty, Ibu kota Kazakhstan, meskipun Presiden Rusia Vladimir Putin mendesak India agar mau berdialog dengan Pakistan.

Pertanyaan yang layak diangkat adalah: Apa yang akan terjadi jika perang akhirnya meletus? Di atas kertas, kekuatan militer India jauh lebih unggul dibandingkan dengan Pakistan. Dari segi jumlah, anggota militer India tiga kali lipat banyaknya dibanding Pakistan. Begitu juga dari segi kesenjataan, India berada di atas Pakistan. AL India merupakan yang terbesar di urutan keempat di dunia dengan ratusan kapal perangnya, jumlah yang tak dapat ditandingi oleh AL Pakistan. Memang, India tampaknya akan memilih opsi perang terbatas (limited war) ketimbang pertempuran berskala luas (unlimited scale war). Artinya, ia akan menyerbu Azad Jammu-Kashmir yang dikuasai Pakistan dengan tujuan untuk menghancurkan markas-markas kelompok militan yang selama ini menyusup ke wilayah India.


\Namun, siapa dapat menjamin bahwa serangan India hanya sebatas menyeberang perbatasan dan siapa pula yang bisa mengatakan kalau Pakistan tidak membalas? Pernyataan militer Pakistan bahwa ia akan menghadapi setiap agresi musuh dengan seluruh kekuatan militer, telah mengisyaratkan ke mana arah perang yang sebenarnya. Itu sebabnya, keputusan beberapa perwakilan asing menarik staf dan memulangkan keluarga mereka sangat tepat. Karena perang India-Pakistan ini jelas akan mengarah ke pertempuran bersenjata berskala luas.

Bagaimana dengan prediksi perang nuklir di Asia Selatan? Senjata pemusnah massal itu dipastikan akan mengiringi perjalanan perang India-Pakistan. Dalam skenario yang paling realistis meskipun tentu saja mencemaskan, India akan melakukan serangan awal dengan menggerakkan pasukan infanterinya menyeberangi perbatasan dengan didukung oleh air strikes atau serangan udara. Pakistan membalas agresi India, bahkan akan membuka front di mana-mana dan mungkin juga balik menyerang masuk ke wilayah India.

Dari skala terbatas, perang terus merambat ke arah pertempuran berskala tak terbatas (unlimited scale war). Ketika perang benar-benar berubah status menjadi berskala tak terbatas, Pakistan sudah bisa ditebak tidak akan mampu menandingi kemampuan militer konvensional India. Di mana-mana pasukan Pakistan akan terdesak, seperti tiga kali perang sebelumnya, yaitu tahun 1947, 1965 dan 1971.

Apa yang akan dilakukan Pakistan? Senjata nuklir adalah satu-satunya jalan untuk mempertahankan diri dari gempuran lawan. Militer Pakistan (mungkin) akan mengirim langsung senjata pemusnah massal itu ke sasaran yang telah ditentukan dan bisa juga dengan melancarkan serangan rudal berhulu ledak nuklir ke sejumlah kota besar di India. Jika senjata mematikan ini diluncurkan, maka New Delhi, Bombay, dan beberapa kota besar lainnya akan rata dengan tanah. Apabila India kemudian berkesempatan membalas (retaliatory strikes), maka Islamabad, Lahore, Multan dan Karachi akan bernasib serupa.

Para pengamat militer memperkirakan sekitar 12 juta nyawa bakal melayang dalam perang nuklir itu dan puluhan juta jiwa lainnya akan mengalami radiasi kimia. Kesengsaraan akibat radiasi tak hanya dipikul penduduk Pakistan-India, tetapi juga akan menyebar ke negara-negara tetangga sesuai dengan tiupan angin yang telah tercemari oleh radiasi nuklir.

Kemelut yang melanda Asia Selatan tak boleh dipandang remeh. Bila dalam krisis Kargil di tahun 1999 yang menyebabkan India dan Pakistan sama-sama siap perang masih bisa dicegah setelah AS turun tangan, kemelut kali ini sangat tidak mudah melerainya. Kedua belah pihak sudah saling berhadapan di perbatasan. Mereka hanya tinggal menunggu komando dari panglima masing-masing.

Sementara itu, masyarakat internasional masih harap-harap cemas menunggu hasil upaya Presiden Vladimir Putin untuk membawa Jenderal Musharraf dan PM Vajpayee ke meja perundingan. Jika Presiden Rusia itu gagal, maka harapan terakhir terletak di pundak Menhan AS, Donald Rumsfeld yang dijadwalkan berkunjung ke Asia Selatan dalam waktu dekat.

Apabila upaya Putin ternyata menemui kegagalan dan kunjungan Rumsfeld tidak membuahkan hasil seperti yang dilakukan Christina Rocca, atau Sekjen Deplu Inggris, Jack Straw, maka Asia Selatan berada diambang perang nuklir yang menakutkan.

Apabila pemimpin kedua negara tidak segera mendinginkan emosi mereka, maka tragedi Hiroshima dan Nagasaki setengah abad silam akan kembali mewarnai sejarah perjalanan kehidupan manusia di muka bumi. Dunia bakal melihat terulangnya peristiwa mengerikan yang pernah menimpa Jepang, bahkan mungkin akan lebih dahsyat kerusakan dan kehancuran yang diakibatkan oleh perang nuklir di awal milenium ketiga ini.

Penulis adalah Direktur

0 comments: